Jumat, 19 Desember 2008

KOMENTAR

Nama :Andri Herdiana
No :01

Komentar:
di Indonesia kebakaran hutan hampir terjadi setiap tahun hal ini menyebabkan dampak negatif bagi penduduk di seitarnya. Diantaranya asap yang di timbulkan dari kebakaran hutan akan merusak pernapasan, bukan hanya itu kebakaran hutan menyebabkan rusaknya bahkan hilangnya ekosistem, hewan-hewan akan mati. oleh karena itu kebakaran hutan harus dicegah dengan cara memberikan pengarahan kepada masyarakat akan pentingnya hutan, mendirikn hutan lindung. upaya pencegaan ini dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan karena utan merupakan paru-paru dunia.




Nama : Gilang Rizky hartono
NO : 013

Komentar:
menurut saya penanggulangan bencana alam itu memeang sudah dilakukan tapi belum sangat optimal atau maksimal, misalnya pada saat kemarau tiba penjaga hutan sudah siap menangani musim kemarau kalau kebakaran terjadi masyarakat serkitar bisa repot karena bila hujan tidak ada yang menyerap air jadi bisa banjir, erosi, dan lain-lain. jadi yang memeihara hutan bukan penjaga hutan saja tapi masyarakat pun harus menjaga dan bisa mengerti.jadi kalau ada orang yang membakar hutan harus dihukum seberat-beratnya karena cucukita tidak mungkin merasakn hutan kalau hutan dibakar terus.




Nama : Kiflan Muzwar
NO : 018

Komentar:
kebakaran hutan harus segera ditanggulangi agar hutan-hutan di Indonesia dan Dunia selamat,karena hutan merupakan paru- paru dunia, bayangkan jika seorang manusia hidup tanpa paru-paru kebanyakan kebakaran utan disebabkan ulah manusia, tetapi ada juga yang terjadi untuk alam pada saat kemarau, kebakaran hutan yang terjadi akibat ulah manusia seperti untuk perluasan wilayah, solusi yang saya ajukan adalah melakukan kuota untuk hutan yang digunakanuntuk produksi dan hutan lindung, akibat dari kebakaran hutan terhadap kehidupan manusia adalah asap beracun yang berbahaya bagi pernapasan manusia dan asap tebal yang yang membuat mata perih dan menghalangi pemandangan, masalah ini harus bisa diatasi karena hutan untuk menstabilkan kehidupan manusia




Nama :Luthfi Dwiki R.
NO :019

Komentar:
Menurut saya kebakaran hutan harus di stop karena merusak ekosistem makhuluk hidup,contohnya manusia tidak bisa bernapas dengan tenang dan bisa jadi bencana contohnya longsor, banjir dan lain-lain. apa manusia tidak pernah sadar, bencana banjir dan longsor terjadi karena hutan yang gundul. jika manusia tetap membakar dan menebang pohon sembarangan, bagaimana nasib dunia ini nantinya? padahal banjir dan longsor kerap kali menelan banyak korban jiwa dan harta benda. So STOP tebang pohon dan membakar hutan.




Nama :Rama Anggara S
NO :027

Komentar:
kebakaran hutan di indonesia hampir terjadi setiap tahun hal ini berdampak negatif pada masyarakat di sekitar lokasi kejadian tersebut. dampak negatifnya adalah menimbulkan asap yang bisa menyesakan nafas orang-orang sekitar, menghancurkan tempat tinggal para hewan dan juga tumbuhan menjadi rusak.terkena asap tersebut. kebakaran hutan dapat terjadi karena ulah manusia atau pun alam itu sendiri. kebakaran hutan yang disebabkan oleh ulah manusia contohnya : banyak penebangan pohon liar yang menyebabkan pohon di hutan menjadi sedikitdan tidak dapat menahan panas matahari. cara untuk menaggulanginya adalah mereboisasi huan-hutan yang gundul terutama hutan gundul terbesar terbesar di indonesia adalah pulau kalimantan. lalu yang kedua menagkap orang-orang yang melakukan penebangan pohon liar yang tidak diberi izin oleh penduduk sekitar.






Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan

         Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya, sebenarnya telah dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.

1. Upaya Pencegahan

         Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain (Soemarsono, 1997): 

(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI; 

(b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;

(c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan;

(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;

(e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan;

(f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup;

(g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.

2. Upaya Penanggulangan

          Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai kegiatan antara lain (Soemarsono, 1997):

(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.

(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.

(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.

(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.

3. Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

           Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:

(a) Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.

(b) Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih rendah.

(c) Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.

(d) Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan kebakaran hutan belum memadai.

          Hasil identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia dan faktor yang memicu meluasnya areal kebakaran adalah kegiatan perladangan, pembukaan HTI dan perkebunan serta konflik hukum adat dengan hukum negara, maka untuk meningkatkan efektivitas dan optimasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan perlu upaya penyelesaian masalah yang terkait dengan faktor-faktor tersebut. 

          Di sisi lain belum efektifnya penanggulangan kebakaran disebabkan oleh faktor kemiskinan dan ketidak adilan, rendahnya kesadaran masyarakat, terbatasnya kemampuan aparat, dan minimnya fasilitas untuk penanggulangan kebakaran, maka untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di masa depan antara lain:

a. Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan semak belukar.

b. Memberikan penghargaan terhadap hukum adat sama seperti hukum negara, atau merevisi hukum negara dengan mengadopsi hukum adat.

c. Peningkatan kemampuan sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan maupun pendidikan formal. Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran hutan merupakan alternatif yang bisa ditawarkan.

d. Melengkapi fasilitas untuk menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya.

e. Penerapan sangsi hukum pada pelaku pelanggaran dibidang lingkungan khususnya yang memicu atau penyebab langsung terjadinya kebakaran.

Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan

1.Areal hutan yang terbakar

        Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997). 

        Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003). 

        Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun meskipun luas areal yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara 3 ribu hektar sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam, 2003).
 

2.Kerugian yang ditimbulkannya

        Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).

        Hasil perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun, bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.

3.Dampak Kebakaran Hutan

    Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/98 menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.

     Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu kesehatan masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda. 

     Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand.

     Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.

     Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.

                                                                                                           

Kebakaran Hutan dan Faktor Penyebabnya


Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997).

Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu. Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan lebih dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999).

Menurut Danny (2001), penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur adalah karena aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam. Proses kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa terjadi karena sambaran petir, benturan longsuran batu, singkapan batu bara, dan tumpukan srasahan. Namun menurut Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran karena proses alam tersebut sangat kecil dan untuk kasus Kalimatan kurang dari 1 %.

Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut juga memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh propinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non hutan.

Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.

Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.

Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.

Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.

mengenal kebakaran hutan

Kebakaran hutan merupakan bahaya yang menimbulkan kerugian material, nyawa dan luka-luka. Hawa panas yang luar biasa, asap tebal yang mencekik, mampu membuat panik, disorientasi, ketakutan terhadap manusia atau binatang yang berada di jalur api.

Yang jarang diwaspadai adalah ilustrasi musik yang menyertai kebakaran. Dari gabungan letupan benda ditingkahi raungan mesin jet. Beberapa korban yang selamat dari sergapan api kadang dihantui ketakutan yang mencekam sehingga membutuhkan perawatan psikologi.

Kita mengenal kebakaran hutan atas dua bagian yaitu kebakaran alang-alang atau semak dan kebakaran hutan atau pepohonan. Kebakaran semak atau alang-alang umumnya tidak terlalu hebat, namun kecepatannya cukup “nggegirisi” karena mampu berpindah tempat dengan kecepatan 25 km/jam sehingga dalam waktu singkat mampu penyergap korban seperti manusia, hewan dan benda-benda lainnya.

Sementara itu kebakaran hutan umumnya berjalan lebih lambat yaitu 3 km/jam dengan lidah api setinggi 20m.

Faktor penyebabnya adalah fenomena alam seperti disambar petir atau terjadinya ledakan secara spontan. Lumbung pangan peternak sapi di Australia sering terancam kebakaran ketika gulungan jerami kering makanan ternak, akibat panas yang ditimbulkan saat proses fermentasi pada titik tertentu menimbulkan ledakan kecil.

Sayangnya penyebab terbesar adakah ulah manusia seperti puntung rokok, mesin-mesin yang menimbulkan panas, atau sengaja dibakar seperti yang saat ini terjadi di San Diego California yang mampu menghanguskan areal seluas 800 hektar.

“Bahan Bakar penyebab Kebakaran” - umumnya tumpukan sampah dari daun-daun kering, ranting akan bertindak sebagai bahan bakar bilamana api datang. Beberapa pohon seperti kayu-putih, pinus memang batang dan daunnya mengandung sudah mengandung minyak sehingga saat musim kemarau, minyak ini akan menguap dan mudah sekali terbakar.

Bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran terhadap manusia adalah:

Radiasi panas akibat lidah api yang menyebabkan kematian terhadap manusia ataupun binatang. Kita bicara inti api yang mampu menghasilan panas 1100 derajat Celcius. Tak heran logampun bisa leleh karenanya.

Dehidrasi akibat pengeluaran keringat yang berlebihan tanpa disadari menyebabkan seseorang jatuh pingsan.

Tercekik akibat menghirup asap, uap panas.

Pakaian saat memerangi kebakaran:

Saat kebakaran terjadi jika anda masih punya waktu, pastikan anda mengenakan celana panjang, baju lengan panjang yang terbuat dari bahan katun atau wool. Sebab selain baik untuk menahan panas juga bersifat lambat terbakar bila dibandingkan bahan buatan pabrik. Jangan pakai celana pendek, kaos kutang, bersandal seperti yang sering kita lihat kalau warga bergotong royong melawan kebakaran semak.

Pakailah sepatu boot dari kulit dengan kaos kaki katun. Jangan menggunakan sepatu karet apalagi sandal jepit.

Sebisanya memakai Google (kacamata mirip kacamata renang) atau kacamata pelindung lainnya, bebatkanb handuk tebal yang telah dibasahi sekitar leher anda atau bila diperlukan untuk menutup hidung. Lindungi kepala anda dengan helm.

Api yang kecil dapat dipadamkan dengan tongkat yang ujungnya diberi kain pel yang dibasahi.
                                           
                                                                                                   diambil dari:http://juliuskurnia.wordpress.com/2008/03/31/kebakaran-hutan/